Mengapa Aceh Bergolak


Bab I 

Kilas Balik

Sekitar tiga bulan sebelum pecah Pemberontakan DI/TII, pada 21 September 1953, saya kembali ke Aceh bersama adik saya Yacob Aly. Saya menyempatkan diri mengunjungi Tgk. M. Daud Beureueh di rumahnya di Beureunun. Ia menyuruh saya menemui Tgk. Hasan Aly. Malamnya, saya dan Yacob Aly mengunjungi Tgk. Hasan Aly di kediamannya, Sanggeu. 

Setelah berbicara dengan Letnan Abdurrahman atau Abu Rahman, yang berjanji akan melarikan satu kompi lengkap, Tgk. Hasan Aly menyatakan, kalau Abu Raman yang komandan peleton bisa membawa lari satu kompi, saya sebagai komandan batalion tentu bisa melarikan satu resimen.

"Mengapa Abu Rahman harus melarikan satu kompi dan saya satu resimen?" tanya saya pura-pura tidak tahu. "Bukankah Anda telah menemui Teungku Daud Beureueh?" Tgk. Hasan Aly balik bertanya.

"Benar, tetapi Teungku Beureueh tidak menyatakan apa-apa tentang urusan lari ini," jawab saya.

"Kami sedang merencanakan suatu pemberontakan terhadap Pemerintah Pusat," katanya sambil mengemukakan kekecewaan yang dialami rakyat Aceh.

"Kalau belum konkret benar, saya harap rencana ini tidak usah dilangsungkan, karena masih ada banyak jalan legal lain untuk memprotes tindakan mereka itu. Pemberontakan sangat berbahaya, karena kita serba kekurangan dalam jumlah penduduk maupun peralatan, dibanding Republik Indonesia yang begitu besar dan kuat. 

Mereka mempunyai kemampuan untuk memadamkan pemberon- takan, seperti yang telah saya lihat sendiri di Sulawesi Selatan dan Maluku Selatan. Bahkan Republik Maluku Selatan dengan pasukan baret merah dan hijau eks pasukan W esterling, dibantu Belanda dan terhalang lautan luas dari Jakarta pun hanya mampu bertahan tiga bulan saja terhadap gempuran R I . "

"Rencana pemberontakan Aceh sudah konkret dan tak dapat ditawar lagi; Anda mau ikut atau tidak?"
"Sebelum saya menjawab, saya ingin tahu dulu siasat dan strateginya."

"Kita akan bertahan di Bukit Kubu, seperti yang kita lakukan terhadap Belanda dulu," jawab Tgk. Hasan Aly.

"Baiklah, tetapi bagaimana kalau mereka menyerbu dari laut dan udara?"
"Mana ada."

"Kata-kata 'mana ada' atau semacam itu tidak boleh digunakan kalau kita merencanakan suatu peperangan, karena hal itu bukan saja meremehkan lawan, tetapi kita sendiri akan terjerumus dalam perhitungan yang keliru dengan akibat yang akan sangat mengecewakan nantinya," kata saya.

Kemudian, M. Yacob Aly, yang bertugas sebagai perwira logistik dalam batalion saya, menanyakan persiapan peralatan, bahan makanan, dan keuangan. "Seluruh anggota kepolisian yang berasal dari Aceh telah bersumpah untuk ikut. 

Tentang bahan makanan dan keuangan, ada saja, tidak usah dikhawatirkan. Rakyat Aceh sanggup memikul tanggung jawab; apalagi menurut perhitungan, pemberontakan ini tidak akan berlangsung lama; akan selesai dalam satu-dua bulan saja," jawab Tgk. Hasan Aly.

"Kalau maksud Teungku, kita akan kalah dalam satu-dua bulan saja, itu benar sekali. Tetapi jika sebaliknya, itu sama sekali tidak masuk akal dalam perhitungan saya," jawab saya.

Untuk membaca lebih lengkap buku:
Judul: Mengapa Aceh Bergolak 
Karangan : Hasan Saleh
Penerbit PT Pustaka Utama Grafiti
Format PDF

Download Via G-Drive di SINI

Post a Comment

Previous Post Next Post