Masihkah Aceh Butuh Elit Choeh Ujoeng?

Oleh: T. Murdani

Dosen Prodi Pengembangan Masyarakat Islam,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Ar-Raniry, Banda Aceh


Politik selalu saja sangat menarik untuk di perbincangkan mulai dari tingkat bawah sampai ke tingkat atas. Ketika merasa nyambung dengan diskusi politik akan merasa sangat bangga dan seolah-olah sudah tahu segalanya. Jelas tidak ada larangan untuk berbicara politik walau kuli bangunan sekalipun.

Politik sebanrnya adalah sebuah sistim pengambilan keputusan dalam sebuah kelompok atau bentuk lain dari hubungan kekuasaan antar individu, seperti distribusi sumber daya atau status. Namun dalam prakteknya terlalu banyak terjadi modifikasi dan disesuaikan dengan kondisi.

Hasil dari modifikasi dan penyesuaian tersebut jadilah politik sebagai sebuah strategi komunikasi dimana para pelakon berbicara apa yang ingin didengarkan oleh masa bukan kebenaran. Kemudian terjadi berbagai gureing-meugureing isu sehingga tersedia wahana memancing di air keruh.

Sulit sekali mencari sebuah kebenaran didalam kegiatan politik karena didalamnya terkandung maksud untuk mempertahankan identitas dan status. Kebanyakan informasi telah di sortir dan dibagi kepada dua kelompok; transkrip umum yang dapat diakses oleh siapa saja dan transkrip tersembunyi yang hanya beredar di kelompok terbatas.

Praktek politik seperti ini sebenarnya sama seperti yang dijelaskan oleh James C. Scott dalam bukunya Dominatin and the Art of Resistance. Dalam buku tersebut dia menceritakan tentang situasi penjajahan kulit putih di Afrika. Untuk mempertahankan sistim kolonialismenya, orang-orang kulit putih membagi informasi kepada dua katagori.

Katagori pertama adalah open transcript atau infomasi umum yang bisa didengar dan di ketahui oleh masyarakat umum termasuk orang-orang Afrika yang sedang terjajah. Sedangkan hidden transcript atau informasi rahasia hanya boleh diketahui oleh penjajah saja atau orang-orang kulit putih. Kerahasiaan informasi ini tetap tertutup rapat walau tidak ada aturan yang membatasinya.

Menjaga rahasia sudah menjadi suatu kewajiban seperti menjaga harta agar tida jatuh ketangan orang lain. Kira-kira konsekuensi yang mereka harus tanggung kalau rahasia terbongkar adalah merdekanya orang-orang Afrika dan pada saat yang bersamaan hilanglah kekuasaan mereka sebagai penjajah. Bisa dikatakan sangat nyaman menjadi penjajah karena bisa hidup mewah diatas penderitaan orang lain

Ketika orang-orang kulit putih berbicara dengan orang-orang Afrika mereka memakai tehnik play fool to catch wise berpura-pura bodoh untuk mendapatkan berbagai informasi. Yang kemudian informasi tersebut di goreng untuk mempertahankan dominasi mereka dalam menguasai orang-orang Afrika agar tetap terjajah.

Tidak jarang orang-orang Afrika dijanjikan berbagai mimpi, namun itu hanya tehnik peulaloe agar orang-orang Afrika tidak memberontak terhadap mereka. Strategi peulaloe yang mereka praktikkan sangat menggoda, sehingga orang-orang Afrika tidak menyadari bahwa mereka sedang dipeueik ucoeng puteik.

Pada kondisi tertentu saya melihat sistim ini sedang bejalan dalam praktek perpolitikan di Aceh. Menjadi politisi itu butuh paling sedikit dua modal, dana dan strategi. Dalam artian sulit sekali untuk kita pahami kalau politisi itu orang yang tidak paham masaalah apa yang sedang terjadi di Aceh, tidak mungkin mereka itu orang-orang choeh ujoeng.

Namun kebanyakan mereka diam dan hanya menganggapi persoalan-persoalan yang sudah viral saja. Tidak jarang mereka sebagai bagian dari pemerintah juga ikut mengkritik pemerintah agar posisi dan kredibilitas tetap aman dan terjaga.

Sedangkan kondisi masyarakat tetap saja tidak berubah dan malah angka kemiskinan menjadi bertambah plus lapangan kerja yang semakin tidak menentu. Padahal para elit tersebut digaji dan diberi fasilita untuk memikirkan nasib rakyat.

Disisi lain rakyat terus saja tertipu dengan sikap play fool to catch wise para elit politik. Malah ramai yang ikut mejadi agen politik dengan tujuan mendapatkan berbagai kemudahan. Padahal dengan sumber daya alam yang ada seperti di Aceh, hidup bertani dan berdagang ataupun berternak saja sudah menghasilkan lebih daripada menjadi agen politik mereka.

Tentu saja untuk mencari sosok pemimpin yang tidak choeh ujoeng sangat sulit dewasa ini, namun sekurang-kurangnya masyarakat sudah saatnya menyadari bahwa tidak ada untungnya sampai bermusuhan karena berbeda pilihan. Janji dan imbalan yang didapat sebenarnya tidaklah semewah apa yang sebenarnya tersedia.

Tidaklah terhina kalau kita harus turun ke level bawah seperti menjadi peternak, petani, ataupun pedangang daripada sibuk dengan urusan politik untuk mempromosi elit choeh ujoeng. Karena Rasulullah sendiri adalah seorang pengembala ternak dan pedagang.

Dinegara-negara maju seperti Australia, orang-orang kaya malah peterak dan petani. Untuk mengadopsi sistem yang ada di negara-negara lain, harus dimulai dari pemuda-pemuda yang berkumpul untuk menjadi petani atau peternak terbaik yang kemudian mampu menegdalikan kebijakan-kebijakan elit choeh ujoeng.

Semoga kedepan kita tidak terjebak dengan politik play fool to catch wise para elit yag ingin mempertahankan open dan hidden transcripts. Sudah saatnya kita mengendalikan kekuasaan atas hidup kita sendiri, dan sebaiknya tidak menyerahkan kekuasaan itu kepada elit choeh ujoeng.

Post a Comment

Previous Post Next Post