Definisi dan Konsep Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kepemimpinan memiliki fungsi sosial dan memiliki tujuan yang memberikan kesempatan kepada individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama, mengoordinasikan upaya kolektif, dan mendorong pertumbuhan, baik di tingkat pribadi maupun komunitas. Intinya, kepemimpinan bukan sekadar tentang otoritas atau kekuasaan, melainkan tentang membimbing, memengaruhi, dan memotivasi orang lain dengan cara yang meningkatkan kesejahteraan bersama.
Para ahli seperti Northouse (2021) menguraikan bahwa kepemimpinan memberikan arah dengan mengartikulasikan visi dan mengarahkan orang-orang ke arahnya. Peran ini memastikan bahwa komunitas, organisasi, atau masyarakat tidak beroperasi tanpa tujuan, melainkan bekerja dengan kejelasan tujuan. Pemimpin membantu mengubah tujuan abstrak menjadi langkah-langkah nyata yang memobilisasi orang.
Disisi lain Burns (1978) menggambarkan bahwa kepemimpinan sebagai upaya moral, di mana para pemimpin dan pengikut saling meningkatkan motivasi dan moralitas mereka. Pandangan ini menunjukkan bahwa kepemimpinan pada dasarnya terkait dengan peningkatan karakter dan kompetensi manusia. Kepemimpinan memainkan peran penting dalam mengembangkan potensi manusia—mendorong pengembangan kapasitas, mengembangkan keterampilan, dan memberdayakan individu untuk berkontribusi secara produktif.
Berkaitan dengan fungsi sosial, Yukl (2013) menjelaskan bahwa manusia merupakan makhluk sosial oleh karena itu kepemimpinan membantu memediasi konflik, membangun konsensus, dan menjaga stabilitas kelompok. Pemimpin bertindak sebagai jembatan antara berbagai kepentingan dan sebagai fasilitator kerja sama. Tanpa kepemimpinan, fragmentasi sosial akan lebih mungkin terjadi, yang menghambat kemajuan.
Berkaitan dengan pengembanagn masyarakat, Kotter (1996) menjabarkan bahwa kepemimpinan memiliki peran penting dalam mendorong proses perubahan, memastikan bahwa individu dan lembaga tidak stagnan. Dalam lingkungan yang berubah dengan cepat, para pemimpin mendorong inovasi dan memberikan keberanian bagi masyarakat untuk menghadapi ketidakpastian.
Disamping itu, kepemimpinan bertujuan untuk memastikan tanggung jawab dan pengelolaan atas sumber daya, hubungan, dan generasi mendatang. Ciulla (2004) berpendapat bahwa kepemimpinan harus dipahami sebagai praktik etis, yang berakar pada nilai-nilai seperti keadilan, kewajaran, dan kepedulian terhadap sesama. Dengan demikian, kepemimpinan bukan hanya untuk efisiensi tetapi juga untuk kemanusiaan.
Dalam perspektif Islam, kepemimpinan tidak hanya dipandang sebagai sebuah posisi sosial atau politik, tetapi lebih sebagai sebuah amanah (trust) yang memiliki dimensi spiritual, moral, dan sosial. Kepemimpinan Islami menekankan prinsip-prinsip keadilan (al-‘adl), musyawarah (shura), tanggung jawab (amanah), dan pelayanan kepada umat (khidmah). Pemahaman yang komprehensif mengenai konsep dasar kepemimpinan Islami penting untuk meneguhkan nilai-nilai etis dan spiritual dalam praktik kepemimpinan kontemporer, baik di tingkat individu, organisasi, maupun negara.
Kepemimpinan merupakan mekanisme esensial untuk memastikan pengorganisasian, mobilisasi, dan pengarahan menuju tujuan bersama. Islam menawarkan kerangka kepemimpinan yang khas dan berakar kuat pada prinsip-prinsip etika, spiritual, dan komunal. Kepemimpinan dalam Islam tidak dianggap sebagai hak istimewa atau arena perebutan kekuasaan, melainkan sebagai amanah suci (amānah) dan tanggung jawab (mas’ūliyyah) di hadapan Allah dan masyarakat.
Al-Māwardī (1996) dalam Al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah menguraikan bahwa pemimpin adalah orang yang memiliki kemapuan untuk menjaga agama, menegakkan keadilan, mempertahankan perbatasan, dan mengelola urusan negara. Ia memandang kepemimpinan sebagai hal yang esensial untuk menjaga keimanan dan ketertiban.
Pandangan tersebut tidak jauh berbeda dengan panadangan Al-Ghazālī (1993) yang menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah pilar utama ketertiban sosial. Tanpa kepemimpinan, masyarakat akan terjerumus ke dalam kekacauan, yang berujung pada runtuhnya agama dan kehidupan duniawi.
Sementara itu Ibnu Taimiyah (1967) lebih menekankan bahwa keadilan merupakan landasan sebuah kepemimpinan. Beliau menyatakan bahwa “Allah memerintahkan untuk menegakkan negara yang adil meskipun kafir, dantidak menegakkan negara yang zalim meskipun Muslim.”
Bagi umat Islam sumber utama konsep kepemimpinan sudah pasti Al-Qur’an dan hadits. Dalam kaitannya dengan kepemimpinan, Al-Qur'an menetapkan kepemimpinan sebagai bagian dari tatanan ilahi dalam masyarakat. Salah satu ayat dasarnya adalah Al-Qur'an 2:30, di mana Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikan di bumi seorang khalifah."
Konsep khilafah ini menandakan bahwa manusia adalah khalifah Allah, yang dipercaya untuk mengelola bumi dan bertanggung jawab atas keadilan dan kesejahteraan (Nasr, 2015). Kepemimpinan dalam Islam dengan demikian merupakan manifestasi dari mandat ilahi, bukan sekadar konstruksi sosial-politik.
Lebih lanjut, Al-Qur'an 4:58 menekankan bahwa kepemimpinan adalah sebuah amanah: "Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menunaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya, dan ketika kamu memutuskan di antara manusia, hendaklah kamu memutuskan dengan adil..." Ayat ini menetapkan keadilan ('adalah) dan amanah sebagai unsur-unsur dasar kepemimpinan. Pemimpin adalah penjaga hak, penentu keadilan, dan pelindung masyarakat (Kamali, 2008).
Nabi Muhammad ﷺ memberikan teladan kepemimpinan Islam yang paling komprehensif. Beliau menggabungkan otoritas moral, keterampilan administratif, dan bimbingan spiritual, mewujudkan prinsip Al-Qur'an tentang uswah hasanah (teladan yang baik) (QS. 33:21).
Nabi menekankan bahwa kepemimpinan bukanlah dominasi, melainkan pelayanan. Beliau bersabda: "Pemimpin suatu kaum adalah pelayannya." (Abu Daud, Hadis no. 2858). Hadis terkenal lainnya memberikan prinsip akuntabilitas: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang kawanannya." (Bukhari dan Muslim).
Riwayat-riwayat ini menyoroti visi Nabi tentang kepemimpinan sebagai tanggung jawab, kerendahan hati, dan akuntabilitas, bukan eksploitasi atau kepentingan pribadi (Beekun & Badawi, 1999).
Sementara praktik kepemimpinan para Khulafaur Rasyidin telah memberikan contoh ideal bagaimana kepemimpinan Islami dijalankan. Abu Bakar ash-Shiddiq menekankan prinsip kesederhanaan dan pelayanan kepada rakyat, Umar bin Khattab menonjolkan keadilan dan transparansi, Utsman bin Affan mengutamakan perluasan dakwah dan pembangunan, sementara Ali bin Abi Thalib menekankan hikmah dan keilmuan dalam mengambil keputusan (Esposito, 1998).
Lebih lanjut kepemimpinan adalah kegiatan memengaruhi orang lain agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Goerge. 1972), atau sebuah proses memengaruhi orang untuk berusaha dengan kemauan dan semangat yang sungguh-sungguh dalam mencapai tujuan kelompok (Koontz & O’Donnell, 1980). Kepemimpinan dapat juga diartikan sebagai sebuah proses memengaruhi aktivitas kelompok yang diorganisasi untuk mencapai tujuan (Ralph, 1974).
Al-Bukhari. (1997). Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Faruqi, I. R. (1986). Islamization of Knowledge. Washington: IIIT.
Al-Māwardī (1996). Al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah. Cairo: Dar al-Ḥadīth.
Beekun, R. I., & Badawi, J. A. (1999). Leadership: An Islamic Perspective. Beltsville: Amana Publications.
Burns, J. M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.
Ciulla, J. B. (2004). Ethics, the Heart of Leadership. Praeger.
Engineer, A. A. (2001). The Qur’an, Women and Modern Society. New Delhi: Sterling.
Esposito, J. L. (1998). Islam: The Straight Path. New York: Oxford University Press.
Hefner, R. W. (2000). Civil Islam: Muslims and Democratization in Indonesia. Princeton: Princeton University Press.Kotter, J. P. (1996). Leading Change. Boston: Harvard Business School Press.
Nasr, S. H. (2002). The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity. New York: HarperCollins.Northouse, P. G. (2021). Leadership: Theory and Practice (9th ed.). Sage Publications.
Rahman, F. (1980). Major Themes of the Qur’an. Minneapolis: Bibliotheca Islamica.
Shihab, M. Q. (2002). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.
Yukl, G. (2013). Leadership in Organizations (8th ed.). Pearson.
Para ahli seperti Northouse (2021) menguraikan bahwa kepemimpinan memberikan arah dengan mengartikulasikan visi dan mengarahkan orang-orang ke arahnya. Peran ini memastikan bahwa komunitas, organisasi, atau masyarakat tidak beroperasi tanpa tujuan, melainkan bekerja dengan kejelasan tujuan. Pemimpin membantu mengubah tujuan abstrak menjadi langkah-langkah nyata yang memobilisasi orang.
Disisi lain Burns (1978) menggambarkan bahwa kepemimpinan sebagai upaya moral, di mana para pemimpin dan pengikut saling meningkatkan motivasi dan moralitas mereka. Pandangan ini menunjukkan bahwa kepemimpinan pada dasarnya terkait dengan peningkatan karakter dan kompetensi manusia. Kepemimpinan memainkan peran penting dalam mengembangkan potensi manusia—mendorong pengembangan kapasitas, mengembangkan keterampilan, dan memberdayakan individu untuk berkontribusi secara produktif.
Berkaitan dengan fungsi sosial, Yukl (2013) menjelaskan bahwa manusia merupakan makhluk sosial oleh karena itu kepemimpinan membantu memediasi konflik, membangun konsensus, dan menjaga stabilitas kelompok. Pemimpin bertindak sebagai jembatan antara berbagai kepentingan dan sebagai fasilitator kerja sama. Tanpa kepemimpinan, fragmentasi sosial akan lebih mungkin terjadi, yang menghambat kemajuan.
Berkaitan dengan pengembanagn masyarakat, Kotter (1996) menjabarkan bahwa kepemimpinan memiliki peran penting dalam mendorong proses perubahan, memastikan bahwa individu dan lembaga tidak stagnan. Dalam lingkungan yang berubah dengan cepat, para pemimpin mendorong inovasi dan memberikan keberanian bagi masyarakat untuk menghadapi ketidakpastian.
Disamping itu, kepemimpinan bertujuan untuk memastikan tanggung jawab dan pengelolaan atas sumber daya, hubungan, dan generasi mendatang. Ciulla (2004) berpendapat bahwa kepemimpinan harus dipahami sebagai praktik etis, yang berakar pada nilai-nilai seperti keadilan, kewajaran, dan kepedulian terhadap sesama. Dengan demikian, kepemimpinan bukan hanya untuk efisiensi tetapi juga untuk kemanusiaan.
Dalam perspektif Islam, kepemimpinan tidak hanya dipandang sebagai sebuah posisi sosial atau politik, tetapi lebih sebagai sebuah amanah (trust) yang memiliki dimensi spiritual, moral, dan sosial. Kepemimpinan Islami menekankan prinsip-prinsip keadilan (al-‘adl), musyawarah (shura), tanggung jawab (amanah), dan pelayanan kepada umat (khidmah). Pemahaman yang komprehensif mengenai konsep dasar kepemimpinan Islami penting untuk meneguhkan nilai-nilai etis dan spiritual dalam praktik kepemimpinan kontemporer, baik di tingkat individu, organisasi, maupun negara.
Kepemimpinan merupakan mekanisme esensial untuk memastikan pengorganisasian, mobilisasi, dan pengarahan menuju tujuan bersama. Islam menawarkan kerangka kepemimpinan yang khas dan berakar kuat pada prinsip-prinsip etika, spiritual, dan komunal. Kepemimpinan dalam Islam tidak dianggap sebagai hak istimewa atau arena perebutan kekuasaan, melainkan sebagai amanah suci (amānah) dan tanggung jawab (mas’ūliyyah) di hadapan Allah dan masyarakat.
Al-Māwardī (1996) dalam Al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah menguraikan bahwa pemimpin adalah orang yang memiliki kemapuan untuk menjaga agama, menegakkan keadilan, mempertahankan perbatasan, dan mengelola urusan negara. Ia memandang kepemimpinan sebagai hal yang esensial untuk menjaga keimanan dan ketertiban.
Pandangan tersebut tidak jauh berbeda dengan panadangan Al-Ghazālī (1993) yang menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah pilar utama ketertiban sosial. Tanpa kepemimpinan, masyarakat akan terjerumus ke dalam kekacauan, yang berujung pada runtuhnya agama dan kehidupan duniawi.
Sementara itu Ibnu Taimiyah (1967) lebih menekankan bahwa keadilan merupakan landasan sebuah kepemimpinan. Beliau menyatakan bahwa “Allah memerintahkan untuk menegakkan negara yang adil meskipun kafir, dantidak menegakkan negara yang zalim meskipun Muslim.”
Bagi umat Islam sumber utama konsep kepemimpinan sudah pasti Al-Qur’an dan hadits. Dalam kaitannya dengan kepemimpinan, Al-Qur'an menetapkan kepemimpinan sebagai bagian dari tatanan ilahi dalam masyarakat. Salah satu ayat dasarnya adalah Al-Qur'an 2:30, di mana Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikan di bumi seorang khalifah."
Konsep khilafah ini menandakan bahwa manusia adalah khalifah Allah, yang dipercaya untuk mengelola bumi dan bertanggung jawab atas keadilan dan kesejahteraan (Nasr, 2015). Kepemimpinan dalam Islam dengan demikian merupakan manifestasi dari mandat ilahi, bukan sekadar konstruksi sosial-politik.
Lebih lanjut, Al-Qur'an 4:58 menekankan bahwa kepemimpinan adalah sebuah amanah: "Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menunaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya, dan ketika kamu memutuskan di antara manusia, hendaklah kamu memutuskan dengan adil..." Ayat ini menetapkan keadilan ('adalah) dan amanah sebagai unsur-unsur dasar kepemimpinan. Pemimpin adalah penjaga hak, penentu keadilan, dan pelindung masyarakat (Kamali, 2008).
Nabi Muhammad ﷺ memberikan teladan kepemimpinan Islam yang paling komprehensif. Beliau menggabungkan otoritas moral, keterampilan administratif, dan bimbingan spiritual, mewujudkan prinsip Al-Qur'an tentang uswah hasanah (teladan yang baik) (QS. 33:21).
Nabi menekankan bahwa kepemimpinan bukanlah dominasi, melainkan pelayanan. Beliau bersabda: "Pemimpin suatu kaum adalah pelayannya." (Abu Daud, Hadis no. 2858). Hadis terkenal lainnya memberikan prinsip akuntabilitas: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang kawanannya." (Bukhari dan Muslim).
Riwayat-riwayat ini menyoroti visi Nabi tentang kepemimpinan sebagai tanggung jawab, kerendahan hati, dan akuntabilitas, bukan eksploitasi atau kepentingan pribadi (Beekun & Badawi, 1999).
Sementara praktik kepemimpinan para Khulafaur Rasyidin telah memberikan contoh ideal bagaimana kepemimpinan Islami dijalankan. Abu Bakar ash-Shiddiq menekankan prinsip kesederhanaan dan pelayanan kepada rakyat, Umar bin Khattab menonjolkan keadilan dan transparansi, Utsman bin Affan mengutamakan perluasan dakwah dan pembangunan, sementara Ali bin Abi Thalib menekankan hikmah dan keilmuan dalam mengambil keputusan (Esposito, 1998).
Lebih lanjut kepemimpinan adalah kegiatan memengaruhi orang lain agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Goerge. 1972), atau sebuah proses memengaruhi orang untuk berusaha dengan kemauan dan semangat yang sungguh-sungguh dalam mencapai tujuan kelompok (Koontz & O’Donnell, 1980). Kepemimpinan dapat juga diartikan sebagai sebuah proses memengaruhi aktivitas kelompok yang diorganisasi untuk mencapai tujuan (Ralph, 1974).
Prinsip-Prinsip Dasar Kepemimpinan Islami
1. Tauhid (Keesaan Allah)
Prinsip utama dalam kepemimpinan Islami adalah tauhid. Seorang pemimpin harus menyadari bahwa kekuasaan berasal dari Allah dan akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Dengan demikian, kepemimpinan bukan sarana untuk mencari keuntungan pribadi, melainkan untuk menegakkan kehendak Allah (Nasr, 2002).2. Amanah (Kepercayaan dan Tanggung Jawab)
Kepemimpinan adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Pemimpin yang mengkhianati amanah akan mendapatkan murka Allah, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Anfal ayat 27 (Shihab, 2002).3. ‘Adalah (Keadilan)
Keadilan adalah asas penting dalam kepemimpinan Islami. Pemimpin dituntut berlaku adil terhadap seluruh lapisan masyarakat, tanpa membedakan agama, ras, maupun status sosial (Al-Faruqi, 1986).4. Shura (Musyawarah)
Islam menekankan pengambilan keputusan melalui musyawarah. QS. Asy-Syura ayat 38 menegaskan bahwa kaum beriman menjalankan urusan mereka melalui permusyawaratan. Ini menjadi prinsip partisipasi dan demokrasi dalam Islam (Rahman, 1980).5. Khidmah (Pelayanan)
Kepemimpinan Islami dipahami sebagai pelayanan kepada umat, bukan dominasi. Nabi SAW menegaskan: “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR. Abu Dawud).
Daftar Pustaka
Al-Ghazālī (1993). Iḥyāʾ ʿUlūm al-Dīn. Beirut: Dar al-Maʿrifah.Al-Bukhari. (1997). Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Faruqi, I. R. (1986). Islamization of Knowledge. Washington: IIIT.
Al-Māwardī (1996). Al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah. Cairo: Dar al-Ḥadīth.
Beekun, R. I., & Badawi, J. A. (1999). Leadership: An Islamic Perspective. Beltsville: Amana Publications.
Burns, J. M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.
Ciulla, J. B. (2004). Ethics, the Heart of Leadership. Praeger.
Engineer, A. A. (2001). The Qur’an, Women and Modern Society. New Delhi: Sterling.
Esposito, J. L. (1998). Islam: The Straight Path. New York: Oxford University Press.
Hefner, R. W. (2000). Civil Islam: Muslims and Democratization in Indonesia. Princeton: Princeton University Press.Kotter, J. P. (1996). Leading Change. Boston: Harvard Business School Press.
Nasr, S. H. (2002). The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity. New York: HarperCollins.Northouse, P. G. (2021). Leadership: Theory and Practice (9th ed.). Sage Publications.
Rahman, F. (1980). Major Themes of the Qur’an. Minneapolis: Bibliotheca Islamica.
Shihab, M. Q. (2002). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.
Yukl, G. (2013). Leadership in Organizations (8th ed.). Pearson.
Tags:
Akademik

Mengapa sifat amanah menjadi fondasi penting dalam kepemimpinan
ReplyDeletePertanyaan: Bagaimana materi tersebut menjelaskan penerapan prinsip-prinsip seperti amanah, keadilan, musyawarah dalam kepemimpinan sehari-hari?
DeleteBagaimana Al-Qur'an dan hadis memberikan panduan tentang karakteristik dan tanggung jawab seorang pemimpin Muslim?
ReplyDeleteBagaimana materi tersebut menjelaskan penerapan prinsip-prinsip seperti amanah, keadilan, musyawarah dalam kepemimpinan sehari-hari?
ReplyDeleteBagaimana penerapan prinsip amanah dan keadilan dalam kepemimpinan Islam bisa dijalankan di tengah krisis moral dan korupsi yang marak saat ini?
ReplyDelete
ReplyDeleteKepemimpinan dalam Islam dipandang sebagai amanah, bukan sekadar kekuasaan.Jadi apa risiko sosial dan spiritual yang muncul apabila seorang pemimpin Muslim justru memandang kepemimpinan hanya sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan?
di indonesia, negara yg beragama, negara dengan mayoritas islam, menekankan bahwa setiap pemimpin di indonesia beraga islam, namun dengan ada nya tekanan ini seseorang yng berambisi menjadi pemimpin malah memformalitaskan branding agama pada dirininya. setalah terpilih menjadi pemimpin seseorang itu tidak berpegang kepada al quran dan hadis. bagaimana menurut bapak jika peraturan agama bagi pemimpin tidak di tekankan di indonesia
ReplyDeletedi indonesia, negara yg beragama, negara dengan mayoritas islam, menekankan bahwa setiap pemimpin di indonesia beraga islam, namun dengan ada nya tekanan ini seseorang yng berambisi menjadi pemimpin malah memformalitaskan branding agama pada dirininya. setalah terpilih menjadi pemimpin seseorang itu tidak berpegang kepada al quran dan hadis. bagaimana menurut bapak jika peraturan agama bagi pemimpin tidak di tekankan di indonesia
ReplyDeletebagaimana jika kita salah pilih pemimpin,apakah kita bisa protes atas kinerja nya atau kita hanya bisa diam saja?
ReplyDeletedi indonesia, negara yg beragama, negara dengan mayoritas islam, menekankan bahwa setiap pemimpin di indonesia beraga islam, namun dengan ada nya tekanan ini seseorang yng berambisi menjadi pemimpin malah memformalitaskan branding agama pada dirininya. setalah terpilih menjadi pemimpin seseorang itu tidak berpegang kepada al quran dan hadis. bagaimana menurut bapak jika peraturan agama bagi pemimpin tidak di tekankan di indonesia
ReplyDeletejika amanah tidak terdapat pada diri si pemimpin,namun masi memiliki dasar kepemimpinan yang lain pada dirinya,lantas masi bisa kah dia di sebut sebagai seorang pemimpin?
ReplyDeleteBagaimana prinsip tauhid memengaruhi motivasi dan orientasi seorang pemimpin dalam menjalankan kekuasaannya menurut perspektif Islam
ReplyDelete
ReplyDeleteseperti yang telah di sebutkan di atas bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki sifat amanah bagaimana apabila orang yang memimpin itu setelah mendapatkan jabatan nya dia malah tidak amanah? atau malah menyusahkan orang orang yg di bawah nyaa
Kepemimpinan Islami menekankan prinsip keadilan, musyawarah, dan amanah, menjadikan kepemimpinan sebagai amanah suci dan tanggung jawab di hadapan Allah dan masyarakat. Konsep khilafah dalam Islam menunjukkan bahwa manusia adalah khalifah Allah, yang dipercaya untuk mengelola bumi dan bertanggung jawab atas keadilan dan kesejahteraan.
ReplyDeleteSedetail itu Islam mengatur kriteria pemimpin untuk ummat yaa 🥹
ReplyDeleteSedetail itu islam mengatur kriteria pemimpin untuk ummat 🥹🥹
ReplyDeleteBagai mana masya rakat bisa berkembang
ReplyDelete