Pengantar Community Organizing dan Community Development

 

Pengorganisasian dan pengembangan komunitas adalah proses pemberdayaan komunitas dengan mengidentifikasi kebutuhan dan menyelesaikan masalah secara kolektif. Proses ini melibatkan seorang pengorganisir komunitas yang memfasilitasi pertemuan untuk memperkuat organisasi dan membangun kapasitas anggota. Proses ini meliputi proses memulai program, perencanaan dan implementasi, pemantauan kemajuan, dan proses mengakhiri secara bertahap karena sudah tercapainya tujuan. Pengorganisir komunitas memainkan peran penting dalam melibatkan pria dan wanita secara sensitif di berbagai fase.

Pengorganisasian masyarakat (community organizing) dan pengembangan masyarakat (community development) merupakan dua konsep penting dalam ilmu sosial, dakwah, dan pembangunan. Keduanya membahas bagaimana masyarakat sebagai kelompok sosial dapat diberdayakan untuk menghadapi permasalahan, meningkatkan kesejahteraan, serta membangun kemandirian.

Dalam konteks Fakultas Dakwah dan Komunikasi, kedua konsep ini menjadi penting karena dakwah Islam bukan hanya menyampaikan pesan agama, tetapi juga melakukan transformasi sosial dan membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik dengankonsep dakwah bil halnya.

Kejian mengenai community organizing dan community development sangat penting khususnya di era globalisasi dan modernisasi dewasa ini. Hal ini tidak terlepas dari kondisi masyarakat yang tidak hanya menghadapi persoalan spiritual, tetapi juga tantangan ekonomi, sosial, politik, dan budaya.

Secara umum, community organizing diartikan sebagai suatu proses untuk memperkuat kapasitas kolektif masyarakat agar mereka mampu menganalisis masalah, mengidentifikasi kebutuhan, serta menyusun strategi untuk mencapai perubahan sosial (Alinsky, 1971). Proses ini biasanya dilakukan dengan mengorganisir kelompok masyarakat yang termarjinalkan sehingga mereka mampu memperjuangkan hak-haknya.

Sementara itu, community development lebih menekankan pada pembangunan jangka panjang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui partisipasi aktif dan pengelolaan sumber daya lokal (Ife & Tesoriero, 2006). Dalam Islam, pengembangan masyarakat identik dengan konsep islah al-mujtama’, yaitu perbaikan sosial yang berlandaskan keadilan, ukhuwah, dan kemaslahatan umat (Telfer & Sharpley, 2008).

Konsep Dasar Community Organizing

Community organizing adalah suatu proses menggerakkan, membangun kapasitas, dan memperkuat masyarakat agar mampu secara kolektif mengidentifikasi masalah, merumuskan strategi, serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Menurut Alinsky (1971), community organizing merupakan strategi untuk meningkatkan kekuatan masyarakat lemah agar mampu menghadapi struktur sosial yang menindas.

Dalam perspektif Islam, pengorganisasian masyarakat selaras dengan prinsip ta’awun (tolong-menolong) dan ukhuwah (persaudaraan). Al-Qur’an menegaskan:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Ayat ini turun untuk memberikan pedoman sosial bagi umat Islam dalam bermasyarakat. Al-Tabari menjelaskan bahwa Allah menghendaki agar umat Islam menjadikan birr (kebaikan) dan taqwa sebagai standar kolaborasi sosial, bukan ithm (dosa) dan ‘udwan (permusuhan). Dalam praktiknya, ayat ini melarang umat Islam membantu kelompok yang bersekutu dalam kezaliman atau permusuhan terhadap kaum Muslimin (Al-Tabari, 2001).

Tujuan utama dari community organizing adalah membangun kekuatan kolektif masyarakat agar mampu mengidentifikasi persoalan, merumuskan strategi, dan mengambil tindakan untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka. Melalui pengorganisasian, masyarakat diarahkan untuk tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi subjek yang aktif menentukan arah perubahan. Dengan demikian, community organizing bertujuan menciptakan kemandirian, solidaritas sosial, serta meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengakses sumber daya yang tersedia.

Menurut Alinsky (1971), community organizing berfungsi untuk memperkuat posisi kelompok lemah agar mampu menghadapi struktur sosial yang tidak adil. Lebih lanjut, Ife dan Tesoriero (2006) menegaskan bahwa pengorganisasian masyarakat memiliki tujuan strategis dalam membangun partisipasi aktif dan memperkuat demokrasi di tingkat lokal. Sementara itu, Mayo (2015) melihat tujuan pengorganisasian masyarakat tidak hanya untuk penyelesaian masalah praktis, tetapi juga membangun kesadaran kritis (critical consciousness) sehingga masyarakat mampu memahami akar permasalahan struktural yang mereka hadapi.

Dalam perspektif Islam, tujuan community organizing selaras dengan ajaran ta’awun ‘ala al-birr wa al-taqwa (tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa), sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an (QS. Al-Maidah: 2), yaitu membangun kerjasama sosial yang berorientasi pada kebaikan, keadilan, dan kesejahteraan.

Community organizing itu sendiri dibangun di atas sejumlah prinsip dasar yang menjamin keberhasilan proses pengorganisasian masyarakat. Pertama, partisipasi menekankan keterlibatan langsung masyarakat dalam pengambilan keputusan, sehingga mereka tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi juga subjek yang menentukan arah perubahan (Chambers, 1994).

Kedua, kesetaraan menghendaki agar setiap individu dihargai tanpa diskriminasi, baik berdasarkan gender, etnis, agama, maupun status sosial, sehingga tercipta ruang demokratis yang inklusif (Ife & Tesoriero, 2006). Ketiga, keadilan sosial menjadi fokus penting, terutama untuk melindungi dan memberdayakan kelompok rentan yang sering terpinggirkan dari akses sumber daya dan kebijakan publik (Mayo, 2015).

Keempat, pemberdayaan berorientasi pada pembangunan kapasitas masyarakat agar mereka mandiri, mampu menganalisis masalah, serta menyusun strategi perubahan secara kolektif (Alinsky, 1971). Dengan prinsip-prinsip ini, community organizing tidak hanya menciptakan perubahan praktis, tetapi juga membangun kesadaran kritis yang dapat mengarahkan masyarakat menuju transformasi sosial yang berkeadilan.

Konsep Dasar Community Development

Community development adalah proses yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui partisipasi aktif, perencanaan kolektif, dan pemanfaatan sumber daya lokal. Menurut Tesoriero (2010), pengembangan masyarakat adalah pendekatan holistik yang mencakup aspek sosial, ekonomi, budaya, dan politik.

Dalam Islam, pengembangan masyarakat identik dengan islah al-mujtama’ (perbaikan sosial) yang menekankan pentingnya keseimbangan antara pembangunan material dan spiritual. Rasulullah ﷺ sendiri mencontohkan pengembangan masyarakat di Madinah dengan membangun masjid, pasar, sistem hukum, dan perjanjian sosial antar suku.

Tujuan utama dari pengembangan masyarakat adalah menciptakan perubahan sosial yang berkelanjutan dengan berlandaskan pada kebutuhan dan potensi masyarakat itu sendiri. Pertama, pengembangan masyarakat bertujuan meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat melalui upaya sistematis yang mencakup peningkatan pendapatan, akses pendidikan, kesehatan, serta perbaikan kualitas hidup secara menyeluruh (Ife & Tesoriero, 2006).

Kedua, proses ini juga penting untuk menumbuhkan kesadaran kritis terhadap hak dan kewajiban sosial, sehingga masyarakat mampu memahami posisinya dalam struktur sosial serta berperan aktif dalam memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bersama (Freire, 1970). Ketiga, pengembangan masyarakat diarahkan untuk mengembangkan kapasitas lokal dalam mengelola sumber daya, baik sumber daya alam, manusia, maupun sosial, sehingga masyarakat tidak bergantung penuh pada pihak eksternal tetapi mampu memanfaatkan potensi internal secara optimal (Chambers, 1994).

Keempat, tujuan yang tak kalah penting adalah menumbuhkan kemandirian dan keberlanjutan pembangunan, agar hasil yang dicapai tidak bersifat sesaat, melainkan mampu terus berkembang sejalan dengan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya setempat (Telfer & Sharpley, 2008). Dengan demikian, pengembangan masyarakat bukan sekadar program jangka pendek, tetapi sebuah proses transformatif yang membangun kesejahteraan, keadilan, dan kemandirian jangka panjang.

Pengembangan masyarakat dibangun di atas sejumlah prinsip dasar yang memastikan keberlanjutan dan kebermaknaannya bagi komunitas. Pertama, kemandirian (self-reliance) menekankan pentingnya masyarakat untuk mengandalkan kapasitas dan sumber daya internal, sehingga mereka tidak tergantung pada bantuan eksternal semata (Ife & Tesoriero, 2006). Kedua, partisipasi aktif masyarakat menjadi fondasi agar setiap anggota memiliki suara dan keterlibatan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pembangunan, yang sekaligus memperkuat rasa kepemilikan (sense of ownership) terhadap hasil yang dicapai (Chambers, 1994).

Ketiga, pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menghendaki agar proses pembangunan tidak hanya memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi juga memperhatikan keberlangsungan lingkungan dan generasi mendatang (Telfer & Sharpley, 2008). Keempat, keselarasan dengan nilai budaya dan agama lokal menjadi prinsip penting agar pembangunan tidak bertentangan dengan identitas masyarakat, melainkan justru memperkuat jati diri dan spiritualitas mereka (Mayo, 2015).

Dalam konteks masyarakat Muslim, keselarasan ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan nilai maqāṣid al-sharī‘ah (tujuan-tujuan syariat) seperti menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, yang menjadi fondasi dalam setiap upaya pemberdayaan sosial.

Hubungan Community Organizing dan Community Development

Meskipun berbeda, keduanya saling berkaitan. Community organizing menekankan pada proses penguatan kapasitas sosial dan politik masyarakat, sementara community development lebih menekankan pada hasil berupa peningkatan kualitas hidup masyarakat (Ledwith, 2020). Dengan kata lain, community organizing adalah alat, sedangkan community development adalah tujuan.

Contoh: masyarakat petani yang menghadapi masalah harga jual hasil panen. Melalui community organizing, mereka membentuk koperasi. Melalui community development, koperasi itu berkembang menjadi instrumen ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan.

Pendekatan dalam Community Organizing dan Community Development

Dalam praktik pengorganisasian dan pengembangan masyarakat, terdapat beberapa pendekatan utama yang dapat digunakan sesuai dengan konteks sosial budaya serta tujuan pemberdayaan. Pertama, pendekatan struktural yang menekankan pada perubahan melalui kebijakan dan regulasi.

Pendekatan ini sering diwujudkan dalam bentuk advokasi terhadap pemerintah atau lembaga formal agar menyediakan akses yang lebih adil terhadap pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan, maupun lapangan kerja (Ife & Tesoriero, 2006). Kedua, pendekatan kultural yang berfokus pada nilai, tradisi, dan identitas masyarakat.

Pendekatan ini penting untuk menjaga keberlanjutan sosial dan legitimasi program, sebab perubahan sosial akan lebih mudah diterima jika sejalan dengan norma lokal. Dalam konteks Islam, pendekatan kultural diwujudkan melalui pemanfaatan nilai ukhuwah, musyawarah, dan gotong royong sebagai basis penguatan sosial (Mayo, 2015).

Ketiga, pendekatan partisipatif yang menempatkan masyarakat sebagai aktor utama, di mana mereka dilibatkan penuh mulai dari analisis masalah, perencanaan, implementasi, hingga evaluasi program. Metode yang banyak digunakan dalam pendekatan ini adalah Participatory Rural Appraisal (PRA) yang dikembangkan Chambers (1994), karena terbukti mampu membangun kesadaran kritis dan rasa memiliki (sense of ownership) masyarakat terhadap program pembangunan.

Keempat, pendekatan berbasis aset atau Asset-Based Community Development (ABCD) yang mengutamakan kekuatan, kapasitas, dan potensi lokal ketimbang berfokus pada kelemahan. Pendekatan ini mendorong masyarakat untuk melihat dirinya sebagai pemilik sumber daya yang berharga dan mampu menciptakan perubahan dari dalam, bukan hanya sebagai penerima bantuan (Mathie & Cunningham, 2003). Dengan kombinasi keempat pendekatan ini, proses community organizing dan community development diharapkan lebih inklusif, berkelanjutan, dan berakar kuat pada realitas sosial masyarakat.

Community organizing dan community development merupakan dua konsep fundamental yang saling berkaitan. Community organizing lebih menekankan pada proses membangun kapasitas dan kekuatan masyarakat, sementara community development fokus pada pencapaian kualitas hidup dan kesejahteraan. Dalam Islam, keduanya memiliki dasar kuat melalui nilai ukhuwah, keadilan, musyawarah, dan pemberdayaan.



Referensi

Alinsky, S. (1971). Rules for Radicals. New York: Vintage.
Chambers, R. (1994). Participatory Rural Appraisal. London: Routledge.
Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. New York: Continuum.
Ife, J., & Tesoriero, F. (2006). Community Development: Community-Based Alternatives. Pearson.
Ledwith, M. (2020). Community Development: A Critical Approach. Bristol: Policy Press.
Mathie, A., & Cunningham, G. (2003). Asset-Based Community Development. Development in Practice, 13(5).
Mayo, M. (2015). Community Organizing: A Radical Approach. Policy Press.
Suansri, P. (2020). Community Based Tourism Handbook. Bangkok: REST.
Telfer, D., & Sharpley, R. (2008). Tourism and Development in the Global South. Routledge.
Tesoriero, F. (2010). Community Development Theory and Practice. Pearson.

.

 

 

2 Comments

  1. Assalamualaikum pak, Mengapa peran pengorganisir komunitas dianggap penting dalam proses pemberdayaan masyarakat?

    ReplyDelete
  2. Muhammad Gusti Iwan araSeptember 16, 2025 at 1:05 AM

    Assalamualaikum pak, mengapa peran pengorganisir komunitas dianggap penting dalam proses pemberdayaan masyarakat

    ReplyDelete
Previous Post Next Post