Para Pembentuk Peradaban Islam Seribu Tahun Pertama #1


Islam dan Kekaisaran

Bagian 1

Islam lahir di Jazirah Arab barat pada abad ke-7 ketika segelintir pria dan Wanita berkomitmen pada pemikiran bahwa Muhammad bin Abdullah adalah seorang nab yang diutus oleh Tuhan.

Pemikiran itu berkembang peat pada abad ke-21: sekarang terdapat sekitar 1,6 miliar umat Islam, sebagian bear hidup di luar Timur Tengah, terutama di Asia Selatan dan Tenggara. Jika

diukur berdasarkan populasi, Islam sekarang berada di urutan kedua setelah agama Kristen sebagai agama global dan, mengingat pertumbuhan yang terjadi pada abad ke-20 serta proyeksi untuk abad ke-21, Islam bisa dibilang sebagai agama yang paling sukses di seluruh dunia.

Hampir 45 juta umat Islam sekarang tinggal di Eropa dan sekitar 3,3 juta orang di Amerika Serikat. Sebagian bear pertumbuhan penduduk ini terjadi selama beberapa abad terakhir, sementara peradaban yang akan saya jabarkan berakar terutama di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Afrika Utara, Timur Tengah, dan Asia Tengah.

Melalui penaklukan, proses mualaf, dan pertumbuhan demografi, umat Islam menguasai wilayah yang membentang dari Samudra Atlantik ke Asia Tengah, membentuk komunitas yang erat maupun longgar, tergantung pada dinamika pertukaran ekonomi yang terus berubah, serta ekspansi dan kontraksi politik.

Seperti yang akan kita lihat, penaklukan pada abad ke-7 dan ke-8 menciptakan

sebuah kekaisaran yang menyatukan sebagian bear wilayah ini menjadi satu komunitas politik, tetapi persatuan ini hancur pada abad ke-9 dan terutama abad ke-10. Sebuah kekaisaran berskala dunia in ditumbangkan oleh negara-negara persemakmuran Islam,

Hal. 1

yang memiliki komitmen sama terhadap Islam sebagai agama tunggal (walaupun berbeda-beda jenisnya), penggunaan bahasa Islami dalam pemerintahan (biasanya bahasa Arab, Persia, dan Turki), budaya tinggi, kehidupan ritual, dan sejarah pemerintahan

sama yang dipimpin para khalifah-orang-orang yang menguasai kekaisaran Islam yang perkasa pada periode awal.

Dengan kata lain, negara-negara Islam bangkit dan jatuh, dan masyarakat yang diperintahnya selalu mengalami perubahan, tetapi sepanjang period pra-industri, umat Islam berpartisipasi

dalam proyek yang sama untuk menyampaikan dan mengelaborasi budaya yang diwarisi dari kekaisaran tersebut. Kita dapat memulai- ny dengan memahami bagaimana terbentuknya kekaisaran itu.

Damasks sebagai model perubahan Pada 600 M, Damaskus adalah kota kuno dan makmur. Terletak strategis di tepi gurun Suriah, sekitar delapan puluh kilometer dari Laut Tengah, kota ini telah lama berfungsi sebagai pusat perdagangan yang menghubungkan pasar Timur Tengah dengan Laut Tengah utara dan barat.

Pasukan Aleksander yang Agung pernah menaklukkannya, tetapi selama 250 tahun sebelumnya, Damasks terjebak dalam perubahan yang radikal: masyarakat kota itu menjadi semakin monoteis, keragaman dewa-dewa Timur Tengah dan Romawi telah dikalahkan oleh agama Kristen yang memiliki keyakinan dalam satu tuhan yang berinkarnasi dalam sook Kristus. 

Agama Kristen dilahirkan di Palestina dan Suriah, dan para kaisar Kristen pada zaman itu berkuasa dari Bosphorus. Kaisar yang pertama adalah Konstantinus (w.337), menyebut kota yang mengambil namanya sebagai "Roma Baru".

Kalangan sejarawan modern menyebut kota itu sebagai Konstantinopel dan negara Romawi-nya dengan Byzantium; kita sekarang mengenalnya sebagai Istanbul. Damaskus adalah ibu kota provinsi dari sebuah kekaisaran yang mayoritas beragama Kristen, yang melegitimasi kekuasaannya bukan hanya melalui leluhurnya yang berasal dari Roma, melainkan juga ole misinya untuk menarik manusia masuk ke dalam agama Kristen. Di beberapa bagian kekaisaran Byzantium, perpindahan ke agama Kristen tetap berlangsung,

Hal.2

dan Konstantinopel sering berperang dengan kekaisaran Sasaniyah, di Irak dan Iran, yang berhubungan dekat dengan agama Majusi. Pada 622, Kaisar Byzantium bernama Heraclius

(W. 641) meluncurkan apa yang akan merupakan serangkaian ekspedisi panjang terakhir melawan dinasti Sasaniyah, yang saat itu menduduki sebagian bear Timur Tengah (termasuk Damaskus dan Yerusalem) selama hampir satu abad.

Perang itu dilandasi motivasi agama karena bermaksud mengusir bangsa Sasaniyah dan mengembalikan pemerintahan Kristen ke Tanah Suci. Pada kisaran waktu yang sama sat Heraclius menduduki takhtanya di Konstantinopel, seorang tokoh bernama Muhammad

mulai mendakwahkan monoteisme alternatif yang lebih radikal di daerah barat Jazirah Arab: Islam, yang secara harfiah berarti 'penyerahan diri' pada kehendak Tuhan.

Dakwahnya kemudian mengilhami keyakinan dan aksi yang akan membentuk kembali dunia kuno. Rumor berbagai peristiwa dari tempat yang jauh mungkin telah mencapai Damaskus pada awal tahun 620-an; berita itu pasti sudah beredar di sana sekitar pertengahan hingga akhir 620-an, ketika pasukan yang setia kepada Nabi Muhammad Saw. mencapai Suriah selatan; pada 636, warga kota menyaksikan masuknya tentara Arab ke dalam kota. Tentara

suku Muslim telah mengepung kota itu dan pasukan Byzantium ternyata hanya memberikan perlawanan seadanya. Serangan yang dilakukan tentara Arab bukanlah hal yang bar dan sepertinya Byzantium meremehkan kegigihan dan ambisi Arab Muslim ini. 

Meskipun warga Damasks menginginkan kekuasaan umat Islam in hanya bersifat sementara-mereka memiliki alasan kuat untuk menduga pasukan Heraklius yang dikalahkan akan kembali dari Konstantinopel gun memulihkan tatanan lama- pemerintahan Islam terus dikonsolidasikan dan terkonsentrasi di Suriah. 

Pada 661, gubernur Muslim di Suriah menjadi khalifah (penguasa tertinggi) dan menjadikan Damaskus, yang sampai saat itu hanya merupakan sebuah kota provinsi yang tidak begitu penting di ujung timur kekaisaran Byzantium, sebagai ibu kota sebuah kekaisaran Islam. Pada saat itu, pasukan Muslim berhasil mengalahkan pasukan Sasaniyah di Irak dan Iran, mengakhiri kekuasaan dinasti Sasaniyah yang telah berlangsung 400 tahun

Hal. 3

lamanya; mereka juga berhasil mengalankan tentara Byzantium di berbagai tempat lainnya di Timur Tengah dan sebagian besar Afrika Utara sehingga mengurangi wilayah kekuasaan Byzantium hanva menjadi sepertiga dari sebelumnya. Sebuah tatanan politik yang mulai berkuasa sejak awal abad ke-3 dan bertahan hingen awal abad ke-7- sekitar enam belas generasi warga Damaskus-telah runtuh dalam kurun waktu dua generasi saja. 

Damaskus menjadi bu kota para khalifah sampai pertengahan abad ke-8 dan, pada awal abad itu, muncul simbol yang paling menyentuh dari perubahan signifikan di kota itu: pada sekitar tahun 706, sebagian bear bangunan katedral, yang awalnya dibangun di lokasi kuil untuk Jupiter, sang dewa Romaw, dihancurkan dan digantikan oleh masjid jami. Bangunan itu

Hal. 4

akan disebut sebagai Masjid Umayyah, mengikuti nama dinasti Umayyah yang memerintah (berkuasa pada 66-750); sosok yang umumnya disebutkan berjasa dalam pembangunan masid itu adalah seorang khalifah bernama al-Walid, putra Abdul Malik. Seperti yang akan kita lihat, sebagian bear kesuksesannegara Umayyah diraih pada zaman pemerintahan Abdul Malik; memang, negara itu dalam banyak hal adalah cangkang politik untuk dinasti keluarga yang dipimpin oleh putra dan keturunan Abdul Malik. 

Pemerintahan dinasti in berakhir pada 749-750 melalui revolusi yang mengokohkan dinasti Abbasiyah sebagai penguasa dan menunjukkan batasan politik Bani Umayyah ala Arab yang bersifat patrimonial. Islam telah melepaskan kekuatan integrasi, kreativitas, dan kosmopolitanisme yang dahsyat, seperti

yang digambarkan dalam kasus Ibnu al-Muqaffa. Al-Ma'mun, khalifah Abbasiyah ketujuh, memberikan sekilas gambaran upaya sistematis untuk menanamkan rasionalisme di jantung pemerintahaan yang berkuasa. Masjid Umayyah yang hingga saat ini mash berdiri di tengah-tengah Kota Damaskus tua, merupakan simbol untuk karakter transformasional orde baru: luas masjid itu telah melampaui batas katedral lama, sebagaimana katedral pernah melampaui batas kuil kaum penyembah berhala. Bahkan, sejarah masjid Damaskus ini mencerminkan pola yang lebih luas: pada umumnya, sejarah awal Islam menggambarkan serangkaian kesinambungan. 

Umat Islam paling awal memanfaatkan mata air pemikiran agama dan politik yang cukup dalam, beberapa di antaranya hingga mencapai periode Timur Tengah dan Hellenistik kuno, lainnya dari arus pemikiran abad ke-6 dan ke-7 yang lebih dangkal. Nabi Muhammad Saw. adalah contohnya: beliau melihat dirinya sebagai nabi paling baru (dan mungkin yang terakhir) dari serangkaian nab yang hidup sepanjang sejarah manusia hingga masa Penciptaan, ketika Tuhan menciptakan Adam, nabi pertama. 

Meskipun demikian, Nab Muhammad Saw. merupakan produk dari zamannya sendiri, sook yang mempercepat pencrimaan bangsa Arab atas monoteisme, terutama jenis monoteisme militant yang dicerminkan oleh Heraklius. Kaum Syiah, pendukung sepupu dan menantu Nabi Muhammad Saw., Ali, setuju dengan hal itu,

Hal. 5

Bersambung ke Bagian #2

Post a Comment

Previous Post Next Post