Oleh: T. Murdani
Dosen Prodi Pengembangan Masyarakat Islam,Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Ar-Raniry, Banda Aceh
Dalam sejarah peradaban umat manusia, ada satu kaum yang selalu berselisih paham sesama meraka. Disamoing itu, mereka menganggap dirinya paling benar, paling pintar, dan paling segala-galanya. Kenyataannya memang mereka sangat lihai dalam segala hal.Namun suatu masa mereka pernah dibuat sangat menderita, tepatnya ketika Fir’aun berkuasa di Mesir. Mereka menjadi golongan manusia yang paling hina dan menderita dari golongan manusia lainnya.
Mereka selalu berselisih paham dengan orang-orang yang ada didalam golongan mereka. Sehingga tidak satupun diantara mereka yang dapat dijadikan pemimpin. Kondisi tersebut membuat mereka tetap terpecah belah dan saling berselisih paham.
Sehingga suatu ketika, Allah mengirim mereka seorang pemimpin, seorang utusan untuk mengangkat derajat mereka dan menjadi manusia sesungguhnya di muka bumi. Awalnya mereka mendengar dan menerima perintah Nabi Musa. AS, namun lama kelamaan mereka mulai bosan dan bertingkah kembali.
Ketika sang nabi sedang menerima Wahyu dibukit Tursina, mereka malah membuat patung sapi untuk disembah. Apakah ada manusia yang lebih munafik dari golongan tersebut? Mungkin tidak, atau kita saja belum menemukannya.
Ketika ada persoalan pelik, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya bagaimana cara meyelesaikan masaalah tersebut, yakni dengan memotong seekor sapi yang kemudian ekornya dipukul terhadap orang yang telah meninggal, agar orang meningggal terse but dapat hidup sejenak untuk memberi kesaksian.
Kenyataannya, mereka malah mengajukan berbagai pertanyaanyang akhirnya menambah kesulitan mereka sendiri, dimana mereja harus mencari sapi tersebut dengan berbagai detail dan ciri-ciri yang telah diberikan karena pertanyaan mereka sendiri.
Munchkin saja kalau mereja tidak bertanya, mereka dapat menyembelih sapi manasaja, arena perintah pertama adalah memotong sapi dan mengambil ekornya untuk dipdukul pada badan mayit.
Akibat dari suka berselisih paham dan sifat tidak memberikan kesempatan kepada orang-orang yang ada dalam golongannya untuk menjadi pemimpin yang kemudian mereka ikuti, penderitaan mereka tidak hanya sampai disitu.
Mereka kemudian mendapatkan perlakuan yang sangat kejam dan tidak manusiawi lainnya ketika Hitler berkuasa di Jerman. Mereka dicari dan dimasukkan ke kamp-kamp konsentarsi dan kemudian dibunuh.
Karena ada sedikit hubungan dengan masyarakat yang ada di Palestina, mereka kemudian diberi tempat untuk hidup dan jauh dari kejaran kelompok Nazi di Jerman. Namun apa daya sifat munafikun mereka kembali timbul dan orang-orang Palestina kemudian menjadi orang asing di tanah sendiri.
Kenapa mereka bisa kuat sekarang? Kalau kita mengamati dengan berbagai kacamata, salah satunya pasti kita melihat bahwa mereka sekarang sudah bisa bers atu dań telah memiliki pemimpin. Mereka patuh dan mengikuti para pemimpin mereka sehingga berbagai urusan dunia sekarang mereka kuasai.
Dengan motto yang mereka kembangkan we are the chosen people (kite adalah orang-orang terpilih), mereka menjadi bangsa yang mengatur politik dan Ekonomi dunia.
Ternyata untuk menjadi masyarakat yang kuat dan maju butuh persatuan dan kesatuan serta pemimpin yang mampu mengorganisir suatu komunitas untuk bekerja sama demi mencapai kepentingan bersama.
Tidak salah dalam Islam yang menyuruh umatnya untuk mengikuti dan mematuhi Ulul Amri. Tentu saja Ulil Amri yang dimaksud adalah orang yang miliki sifat qudrah atau memiliki kemampuan sebagai pemimpin dan Amanah atau jujur tidak munafik.
Kemungkinan besar mengapa orang-orang Yahudi mengalami berbagai fase baru kemudian mereka menemukan sosok pemimpin yang mampu memberi jaminan keamanan kepada mereka adalah karena mereka sama-sama orang munafik yang sangat tahu belang masing-masing. Sehingga mereka saling tida bisa mempercayai satu sama lainnya.
Kebanyak orang munafik itu adalah berbicara yang baik namun mreka melakukan sesuatu sebaliknya. Atau mereka dalam melakukan sesuatu pasti ada maunya. Sehingga setelah beberapa dekade barulah orang-oranh Yahudi tersebut menjelma menjadi penguasa dunia.
Mungkin ini juga yag dimaksud oleh indatu ureung Aceh, Suleit keu pangkai Kanjai keu Laba. Sepertinya kondisi ini sudah ada di Aceh semenjak zaman indatu sehingga mereka memberi warning kepada kita dengan perkataan tersebut.
Tidak bermaksud menyamakan Aceh dengan kaum yang kita bahas diatas, kenaap kita tilak merasionalisasi satu hal, bahwa untuk bangkit dan menjadi kelompok masyarakat yang kuat butuh sebuah persatuan yang dipimpin oleh seorang yang memiliki kemampuan dan jujur.
Toh moto kita juga sudah ada yakni Aceh Bansa Teuleubeih Ateuh Rueng Donya. Fase selanjutnya kita tinggal mencari sosok pemimpin yang memiliki kemampuan dan amanah sepeti Sultan Iskandar Muda.
Masyarakat yang tidak memiliki persatuan yang kokoh tidak ubahnya seperti korek api yang hanya dengan sedikit gesekan akan menimbulkan percikan api. Mudah untuk diprovokasi sehingga tidak mudah untuk melakukan upaya-upaya pembangunan untuk mebuat perubahan.
Masyarakat seperti ini sangat mudah untuk dihargai, sehingga siapa yang memberi harga akan menjadi tuan. Dan kalau tuan tidak lagi memberi harga akan menjadi musuh bebuyutannya kembali. Tidak ada rasa balas budi disana yang ada hanya harga.
Kalau mencari pemimpin melalui harga tentunya kita akan mendapat hasil sesuai dengan harga pula dan ada saat-saatnya pula suatu harga akan didiskon. Harga tidak akan melihat kemampuan dan kejujuran, karena harga hanya ada angka nominalnya saja.
Untuk membangun Aceh menjadi lebih baik, kita sangat membutuhkan persatuan dan kepemimpinan. Perselisihan sesama dan harga yang dapat diberikan dengan Judah tidak akan menjadi kita kuat dan maju sebagaimana masyarakat lainnya.
Tags:
Opini