Community organizing itu sendiri memiliki berbagai basis, seperti berbasis partisipasi, berbasis pemberdayaan, berbasis kolektivitas, dan berbasis keadilan sosial.
Community organizing berbasis partisipasi merupakan pendekatan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek utama dalam proses pembangunan sosial. Partisipasi di sini bukan sekadar keterlibatan formal, melainkan keterlibatan aktif dalam mengidentifikasi masalah, merumuskan solusi, serta mengimplementasikan program yang dianggap relevan dengan kebutuhan mereka. Prinsip utamanya adalah bahwa perubahan yang berkelanjutan hanya dapat dicapai jika masyarakat memiliki rasa memiliki (sense of ownership) terhadap proses dan hasil pembangunan (Ife & Tesoriero, 2006).
Dalam praktiknya, community organizing berbasis partisipasi biasanya dimulai dengan pemetaan sosial untuk menggali kebutuhan, aset, dan potensi komunitas. Setelah itu, dilakukan proses musyawarah untuk menentukan prioritas isu dan langkah strategis yang akan ditempuh. Model ini tidak hanya menghasilkan keputusan yang lebih tepat sasaran, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial. Partisipasi juga melahirkan rasa tanggung jawab kolektif, sehingga program tidak mudah berhenti meskipun pendamping atau fasilitator sudah tidak lagi mendampingi (Bhattacharyya, 2004).
Selain itu, partisipasi yang luas meningkatkan kapasitas kritis masyarakat, membuat mereka mampu menghadapi tantangan struktural seperti ketidakadilan ekonomi dan sosial. Dengan demikian, community organizing berbasis partisipasi menjadi instrumen penting untuk menciptakan masyarakat yang berdaya, adil, dan mandiri (Christens & Speer, 2011).
Community organizing berbasis pemberdayaan adalah pendekatan yang berfokus pada peningkatan kapasitas, keterampilan, dan kepercayaan diri masyarakat agar mereka mampu mengontrol sumber daya serta menentukan arah kehidupannya sendiri. Pemberdayaan (empowerment) dalam konteks ini bukan hanya memberikan bantuan material, melainkan menciptakan kondisi yang memungkinkan masyarakat menjadi aktor utama dalam pembangunan (Ife & Tesoriero, 2006).
Prosesnya biasanya dimulai dengan membangun kesadaran kritis (critical consciousness) tentang masalah struktural yang dihadapi masyarakat. Dari sini, fasilitator atau community organizer mendorong anggota komunitas untuk mengenali potensi, aset, dan hak-hak mereka. Dengan cara ini, masyarakat tidak lagi dipandang sebagai objek pembangunan, melainkan sebagai subjek yang memiliki daya tawar dalam menentukan kebijakan maupun program yang menyentuh kehidupan mereka (Perkins & Zimmerman, 1995).
Selain itu, pemberdayaan melalui community organizing menciptakan rasa percaya diri dan solidaritas kolektif, yang pada gilirannya meningkatkan keberanian komunitas untuk melakukan advokasi, negosiasi, atau bahkan aksi sosial demi perubahan. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah jalan menuju transformasi sosial yang lebih adil, di mana masyarakat berdaya untuk keluar dari ketergantungan dan marginalisasi (Christens, 2012).
Community organizing berbasis kolektivitas adalah pendekatan yang menekankan pada kekuatan kelompok sebagai sarana utama untuk mencapai perubahan sosial. Kolektivitas dipahami sebagai ikatan sosial yang terbentuk dari rasa kebersamaan, solidaritas, dan tanggung jawab bersama dalam menghadapi persoalan komunitas. Dalam konteks ini, keberhasilan community organizing tidak hanya ditentukan oleh individu, tetapi oleh kesanggupan komunitas untuk bersatu, berbagi sumber daya, dan mengambil keputusan secara musyawarah (Bhattacharyya, 2004).
Proses kolektif biasanya dimulai dengan membangun rasa percaya (trust building) di antara anggota masyarakat. Setelah itu, dilakukan kegiatan bersama, seperti musyawarah kampung, gotong royong, atau pembentukan kelompok kerja. Melalui aktivitas tersebut, masyarakat belajar untuk menegosiasikan kepentingan yang berbeda, menyatukan visi, serta mengembangkan strategi yang lebih inklusif. Dengan kata lain, kolektivitas memungkinkan munculnya social capital yang memperkuat jaringan sosial dan memperbesar daya tawar komunitas dalam menghadapi aktor eksternal (Putnam, 2000).
Lebih jauh, pendekatan berbasis kolektivitas juga membantu mengurangi fragmentasi sosial akibat perbedaan kelas, gender, atau etnis. Solidaritas yang terbangun menjadi modal penting untuk menjaga keberlanjutan program pembangunan. Dengan kolektivitas, community organizing tidak sekadar menjadi instrumen teknis, melainkan gerakan sosial yang mengakar dan berorientasi pada keadilan (Christens, 2012).
Community organizing berbasis keadilan sosial merupakan pendekatan yang berorientasi pada upaya mengurangi ketidaksetaraan sosial, ekonomi, maupun politik yang ada di masyarakat. Fokus utamanya adalah menciptakan ruang bagi kelompok-kelompok marjinal agar suara mereka didengar dan hak-hak mereka diakui. Pendekatan ini menempatkan keadilan (justice) sebagai nilai dasar, sehingga setiap proses pengorganisasian masyarakat diarahkan untuk membongkar struktur yang menindas serta membangun sistem yang lebih adil dan inklusif (Rawls, 1999).
Dalam praktiknya, community organizing berbasis keadilan sosial sering melibatkan pendidikan kritis untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang akar ketidakadilan yang mereka hadapi. Proses ini disebut juga conscientization (Freire, 1970), di mana komunitas diajak menganalisis ketidakadilan struktural, lalu menyusun strategi aksi kolektif. Bentuk kegiatannya bisa berupa advokasi kebijakan publik, kampanye sosial, hingga aksi langsung untuk menuntut perubahan.
Lebih lanjut, pendekatan ini menekankan bahwa keberhasilan pengorganisasian masyarakat tidak hanya diukur dari tercapainya program tertentu, tetapi juga dari terciptanya tatanan sosial yang lebih setara. Dengan demikian, community organizing berbasis keadilan sosial berperan penting dalam mewujudkan transformasi sosial yang menyeluruh dan berkelanjutan (Ife & Tesoriero, 2006; Christens, 2012).
Langkah-langkah dalam community organizing merupakan tahapan sistematis yang membantu masyarakat bergerak dari kondisi pasif menuju komunitas yang berdaya dan mandiri. Setiap tahap memiliki peran penting agar proses pengorganisasian berlangsung efektif dan berkelanjutan.
Engagement (Membangun Hubungan Awal)
Tahap ini menekankan pada membangun kepercayaan (trust building) dan komunikasi awal dengan komunitas. Fasilitator atau community organizer berupaya memahami budaya, nilai, dan struktur sosial masyarakat. Hal ini penting untuk menciptakan dasar kerja sama yang kuat (Ife & Tesoriero, 2006).Identifikasi Masalah
Masyarakat diajak menggali kebutuhan, aspirasi, dan tantangan yang mereka hadapi. Proses ini biasanya dilakukan melalui wawancara, diskusi kelompok, atau pemetaan partisipatif. Tujuannya adalah agar masalah yang diangkat benar-benar berasal dari masyarakat (Bhattacharyya, 2004).Penyusunan Agenda Bersama
Setelah masalah teridentifikasi, langkah berikutnya adalah menyusun prioritas dan agenda kolektif. Agenda ini menjadi pedoman aksi komunitas yang disepakati secara partisipatif, sehingga mencerminkan kepentingan bersama (Christens & Speer, 2011).Aksi Kolektif
Komunitas melaksanakan program, kampanye, atau advokasi sesuai agenda. Aksi bersama memperkuat solidaritas sekaligus meningkatkan posisi tawar komunitas dalam menghadapi aktor eksternal.Evaluasi dan Refleksi
Setiap kegiatan dievaluasi untuk menilai pencapaian dan memperbaiki strategi ke depan. Refleksi kolektif membantu meningkatkan kapasitas kritis masyarakat dan menjaga keberlanjutan gerakan (Freire, 1970).Kemandirian
Tahap akhir adalah memastikan komunitas mampu berjalan mandiri tanpa bergantung pada fasilitator. Pada titik ini, komunitas sudah memiliki kapasitas untuk mengelola program, menyelesaikan konflik, dan memperjuangkan hak-hak mereka secara berkelanjutan.Referensi:
Bhattacharyya, J. (2004). Theorizing Community Development. Journal of the Community Development Society, 34(2), 5–34.Christens, B. D., & Speer, P. W. (2011). Contextual Influences on Participation in Community Organizing: A Multilevel Longitudinal Study. American Journal of Community Psychology, 47(3-4), 253–263.
Christens, B. D. (2012). Toward Relational Empowerment. American Journal of Community Psychology, 50(1-2), 114–128.
Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. Continuum.
Ife, J., & Tesoriero, F. (2006). Community Development: Community-Based Alternatives in an Age of Globalisation. Pearson.
Perkins, D. D., & Zimmerman, M. A. (1995). Empowerment Theory, Research, and Application. American Journal of Community Psychology, 23(5), 569–579.
Putnam, R. D. (2000). Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community. Simon & Schuster.
Rawls, J. (1999). A Theory of Justice (Revised Edition). Harvard University Press.
Tags:
Akademik

Basis apa saja yang ada lama komunity ini dan bagaimana cara menerapkannya dalam ilmu komunikasi dakwah ?
ReplyDeleteApa manfaat yang dirasakan masyarakat dari Community Organizing?
ReplyDeleteBagaimana pendekatan berbasis partisipasi dalam community organizing dapat memastikan keberlanjutan program pembangunan, dan bagaimana hal ini tercermin dalam rekonstruksi pasca-tsunami di Banda Aceh?
ReplyDeleteBagaimana cara membangun masyarakat dengan memiliki daya kesadaran kritis terhadap tantangan struktural seperti ekonomi dan sosial, dan bagaimana kesadaran pada masyarakat itu dapat selalu dipertahankan?, Apa saja tantangan yang dihadapi oleh pengorganisir komunitas ketika berhadapan dengan struktur kekuasaan yang sudah mapan, dan bagaimana cara mereka mengatasinya?, Bagaimana pengorganisir komunitas dapat memastikan bahwa suara kelompok marginal tetap terwakili tanpa mengabaikan kebutuhan serta aspirasi masyarakat yang lebih luas?
ReplyDeleteBagaimana pengorganisir komunitas dapat memastikan bahwa suara kelompok marginal tetap terwakili tanpa mengabaikan kebutuhan serta aspirasi masyarakat yang lebih luas?
ReplyDeleteBerdasarkan definisi community organizing di atas, bagaimana community organizing itu dapat mendukung program -program pemerintah seperti pendidikan, kesehatan, lingkungan, ataupun program pemerintah lainnya? sehingga masyarakat dapat diberdayakan.
ReplyDeleteCommunity Organizing merupakan sebuah proses sosial yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dengan cara membangun kekuatan kolektif, sehingga mereka mampu mengidentifikasi masalah, menentukan prioritas, serta mengambil tindakan bersama untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka. Proses ini menekankan pada partisipasi aktif, solidaritas, dan kemandirian komunitas. Community organizing memiliki berbagai basis, seperti berbasis partisipasi, berbasis pemberdayaan, berbasis kolektivitas, dan berbasis keadilan sosial.Langkah-langkah dalam community organizing. Yang pertama engagemen (membangun hubungan awal), kedua identifikasi masalah, ketiga penyusunan agenda bersama, keempat aksi kolektif, kelima evaluasi dan refleksi, dan yang terakhir adalah kemandirian.
ReplyDeleteMengapa partisipasi aktif masyarakat dipandang sebagai prinsip utama dalam community organizing berbasis partisipasi
ReplyDeleteBagaimana agar kita sebagai fasilitator tidak membuat masyarakat bergantung kepada kita?
ReplyDeleteApa perbedaan inti antara pengorganisasian komunitas dan pengembangan komunitas?
ReplyDeleteApa perbedaan inti antara pengorganisasian komunitas dan pengembangan komunitas
ReplyDeleteBagaimana cara Pengorganisasian Komunitas dapat meningkatkan partisipasi aktif dan kemandirian dalam sebuah komunitas?
ReplyDeleteCommunity Organizing adalah proses ngumpulin dan nguatkan masyarakat supaya mereka bisa bareng-bareng cari solusi dan ambil tindakan atas masalah di lingkungan mereka. Intinya: partisipasi, solidaritas, dan kemandirian.
ReplyDelete4 Pendekatan Community Organizing:
Partisipasi
Warga diajak aktif dari awal – cari masalah, buat solusi, sampai lakuin aksi bareng. Biar ada rasa memiliki dan tanggung jawab.
Pemberdayaan
Fokus ke ningkatin kemampuan, kesadaran, dan percaya diri warga supaya bisa ngatur hidupnya sendiri dan lepas dari ketergantungan.
Kolektivitas
Mengandalkan kekuatan kebersamaan. Warga diajak kerja bareng, bangun kepercayaan, dan gotong royong hadapi masalah.
Keadilan Sosial
Membela kelompok yang dimarjinalkan. Lewat pendidikan kritis dan aksi kolektif buat ngubah sistem yang nggak adil.
Bagaimana Upaya Yang Dapat dilakukan agar dapat menumbuhkan rasa semangat partisipasi masyarakat dalam sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat di gampong ?
ReplyDeleteDan upaya apa yang dapat dilakukan agar dapat meyakinkan masyarakat bahwa program pemberdayaan yang kita lakukan itu akan membuahkan hasil ?
Bagaimana cara membuat masyarakat bisa memahami dan menerapkan community organizing dlm kehidupan bermasyarakat?
ReplyDelete